Oleh : Alfan Fitra (063244213)
Perubahan suhu memiliki pengaruh terhadap berbagai proses fisiologi. Dalam batas-batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses fisiologi. Misalnya pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen dan frekuensi denyut jantung. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan.
Rentangan toleransi suhu pada berbagai hewan berbeda-beda, ada yang luas dan ada yang sempit. Selanjutnya toleransi suhu dapat berubah karena waktu dan derajat adaptasi. Beberapa organisme lebih sensitif terhadap suhu ekstrem selama periode tertentu dalam hidupnya.
Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali aktivitas normal. Perubahan aktivitas akibat pengaruh suhu. Aktivitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian.
Pada umumnya, hewan poikilotermik akan mati jika dihadapkan pada suhu yang amat rendah, walaupun masih diatas titik beku air untuk hewan akuatik. Sebaliknya hewan akan mati jika dihadapkan pada suhu yang yang tinggi, meskipun masih dibawah suhu yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Begitu suhu tubuh hewan poikiloterm turun, maka aktivitas jantung dan pernafasan menjadi lambat dan hewan mungkin hipoksia. Hewan poikiloterm suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konfektif dengan air mediumnya dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara metabolik. Karena air memiliki konduktifitas dan kapasitas panas yang tinggi. Seekor hewan kecil kehilangan panas lebih cepat, sehingga suhu tubuh tidak berbeda jauh dengan suhu lingkungan.
Daphnia sp.
Daphnia termasuk filum Arthropoda atau hawan beruas-ruas. Mempunyai tubuh yang bersegmen yang terbungkus dalam suatu eksoskeleton (rangka luar) bersegmen yang kuat terdiri terutama atas kitin, suatu polimer dari N-Asetiglukoamin (NAG). Daphnia termasuk subfilum mandibulata yang memiliki mandibula yaitu sepasang bagian mulut yang digunakan untuk makan dan mempunyai antenna. Subfilum ini dibagi dalam empat kelas yaitu Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, dan Insekta. Daphia sendiri termasuk dalam kelas Crustaceae berupa plankton yang memiliki ciri-ciri kaliserata, kepala dan thoraks yang melebur menjadi cephalothoraks. Daphnia bernapas dengan insang.
Hewan ini hidup di air tawar dan mudah ditemukan dikolam. Tubuhnya transparan dan tidak berwarna, apabila air sebagai tempat hidupnya teraerasi dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas dan ke bawah. Daphnia selalu ditemukan ditempat hidupnya dengan posisi kepala diatas. Jantung Daphnia merupkan struktur globular anterodorsal badan. Kecepatan denyut jantunya dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu lingkungan. Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali aktivitas normal. Perubahan aktivitas akibat pengaruh suhu. Aktivitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian. Pada suhu sekitar 10oC dibawah atau diatas suhu normal suatu jasad hidup dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas jasad hidup tersebut kurang lebih dua kali pada suhu normalnya, sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock biasanya dikaitkan dengan koefisien aktivitas.
Jantung berupa kantonh berbentuk pelana terletak di dalam thoraks sebelah dorsal ditengah-tengah. Ini dianggap sebagai suatu peleburan pembuluh sebelah dorsal serupa cacing tanah. Jantung terikat pada dinding-dinding Sinus pericardii dengan perantara sejumlah ligamenta. Tiga pasang lubang yang dilengkapi dengan valva disebut ostia (bentuk tunggal ostium) yang memungkinkan darah masuk kembali dari sinus yang melingkunginya.
Ujung anterior jantung mempercabangkan
- Anteria ophthalmica, terletak disebelah dorsal ditengah-tengah, berjalan kearah anterior disebelah dorsal ventriculus, mengalir darah untuk pars cardiaca ventriculi, esophagus dan kepala.
- Dua buah anteriae terletak dikanan kiri anteria opthalmica dengan cabang-cabangnya menuju ke pars cardiaca ventriculi, antennae, alat-alat ekskresi, dan menuju otot-otot dan jaringan-jaringan lain didaerah kepala.
- Dua buah arteriae hepaticae, langsung menuju kelenjar-kelenjar pencernaan.
Dari sisi ventral jantung keluar satu arteria yang berjalan ke arah posterior menuju daerah abdomen. Arteria ini dekat pangkalnya mempercabangkan arteria yang kemudian terbagi dua, satu berjalan ke arah anterior menuju ke daerah ventral abdomen dan extremitas pada abdomen.
- Kopulasi, dalam peristiwa ini berlangsung pemindahan spermatozoa dari vasa deferentia daphnia jantan ke daphnia betina yang ditampung dalam receptaculum seminis.
- Bertelur
- Perkembangan embrio dalam bertelur
- Pertumbuhan larva menjadi telur dewasa.
Kopulasi terjadi dalam bulan-bulan tertentu. Kopulasi yang pertama terjadi setelah berumur 4 bulan. Telur-telur yang telah dibuahi dilepaskan pada malam hari. Setiap individu betina mengeluarkan telur-telurnya sebanyak 100 butir hingga lebih dari 600, tergantung ukuran dan umur hewan.
Selama perkembangnaya telur-telur melekat pada pheopodas dan dilindungi oleh abdomenya induknya. Perkembangan embrio berlangsung selama 5-8 minggu. Akhir perkembangan embrio diikut oleh penetasan telur dan keluar larva. Setelah 40 jam dari penetasan, larva mengalami tingkat pertumbuhan kedua yang ditandai dengna iecdysis yang pertama. Stadium larva yang kedua ini berlansung selama lebih kurang enam hari yang diakhiri pula dengna ecdysis. Seluruh stadia larva pertama dan kedua masing-masing bergantung kepada induknya. Stadium larva yang ketiga berlansung selama satu minggu yang pertama masih bergantung pada induknya, setelah itunia bebasa sama sekali dan selanjutnya mengalami ecdysis secara periodik dan ini masih terus berlangsung pada hewan yanga dewasa.
Apabila kondisi lingkungan hidup tidak memungkinkan dan cadang an pakan semakin berkurang, beberapa Daphnia akan memproduksi telur berjenis kelamin jantan. Kehadiran jantan ini diperlukan untuk membuahi telur yang selanjutnya akan berubah menjadi telur tidur . Seekor jantan dapat membuahi ratusan betina dalam suatu periode. Telur hasil pembuahan ini mempunyai cangkang tebal dan dilindungi dengan mekanisme pertahanan terhadap kondisi buruk sedemikian rupa. Telur tersebut dapat bertahan dalam lumpur, dalam es, atau bahkan kekeringan. Telur ini dapat bertahan selama lebih drai 20 tahun dan menetas setelah menemukan kondisi yang sesuai. Selanjutnya mereka hidup dan berkembang biak secara aseksual. Dan begitu seterusnya.
Daphnia sp merupakan sumber pakan bagi ikan kecil, burayak dan juga hewan kecil lainnya. Kandungna proteinnya bisa mencapai lebih dari 70% kadar bahan kering. Secara umum dapat dikatakan terdiri dari 95% air, 4% protein, 0.54% lemak, 0.67% karbohidrat dan 0.15% abu. Kepopulerannya sebagai pakan ikan selain kamdungna gizi dan ukurannya, adalah juga karena ” kemudahan ” dibudidayakan sehingga dapat tersedia dalam jumlah mencukupi, hampir setiap saat.
– Termoregulasi
Adalah pemeliharaan suhu tubuh didalam suatu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Hewan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok brdasarkan sumber utama panas tubuhnya yaitu Eksotermik dan Endotermik. Eksotermik merupakan hewan yang memperoleh panas tubuh dari lingkungan. Hewan eksotermik meliputi sebagian besar invertebrata, ikan, amphibi, dan reptilia. Sedangkan endotermik adalah hewan yang mendapatkan sebagian panas tubuhnya yang berasal dari metabolisme tubuh nya sendiri. Hewan endotermik mempertahankan suhu lingkungan internal yang hampir konstan meskipun suhu sekelilingnya berfluktuasi.
Termoregulasi melibatkan penyesuaian fisiologis dan perilaku. Baik hewan eksotermik maupun endotermik mengatur suhu tubuhnya menggunakan beberapa kombinasi dari empat katagori umum adaptasi :
Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dan sekelilingnya.
Pendinginan melalui kehilangna panas evaporativ
Respon perilaku
Pengubahan laju produksi panas metabolik
Banyak hewan dapat menyesuaikan diri dengan kisaran baru suhu linhkungna dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu yang merupakan sesuatu respon fisiologis yang disebut aklimatisasi. Perubahan musiman merupaka satu konteks dimana penyesuaian fisiologis terhadap kisaran baru lingkungan menjadi penting. Penyesuaian fisiologis terhadap kisaran suhu baru eksternal terdiri dari banyak tahap. Hal ini bisa melibatkan dalam mekanisme yang mengontrol suatu hewan.
– Pengaruh suhu
Suhu merupakan salah satu pembatas penyerapan hewan dan menentukan aktivitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengna suhu linhkungan yang disebut dalam kelompok hewan poikilitermik. Poikilotermik berarti suhu berubah (labil) sesuai dengan perubahan suhu lingkungan. Jadi suhu tubuh hewan poikilotermik mengikuti atau bergantung pada suhu lingkungan.
Menghadapi fluktuasi suhu lingkungan hewan poikilotermik melakukan konformitas suhu (termokonformitas), suhu tubuhnya terfluktuasi sesuai dengna suhu lingkunganya. Laju kehilangna panas pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya dari pada suhu metabolisme internalnya. Dilihat dari ketergantungan terhadap suhu lingkungan. Hewan poikilotermik disebut juga sebagai hewan ektoterm.
Menghadapi suhu lingkunganya, hewan homeotermik melakukan regulasi suhu (termortegulasi), suhu tubuhnya konstan walaupun suhu lingkungna ya berfluktuasi (sampai pada batas tertentu). Kehilangna panas lebih sedikit dibvandingkan dengna laju produksi panas internalnya, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu internalnya.
Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai tahap proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigennya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkunganya naik. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh peningkatan suhu 10oC. Q10 merupakan perbandingan antara laju reaksi (A) yang terjadi pada suhu (t + 10)oC dan laju reaksi (A) pada suhu t0 oC atau dapat dituliskan dengan rumus :
Q10 = A ( t + 10)oC
A ( t0)oC
Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigenya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkungannya naik. Bila pengaruh suhu terhadap kecepatan konsumsi oksigen ini digambarkan grafiknya, akan diperoleh kurva eksponensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar